Rabu, 01 Mei 2013

Apa Yang Terjadi Sehabis Silicon?

Photo : Getty

Silicon yakni raja dunia komputasi. Hampir semua sirkuit terpadu komersial telah didasarkan pada silikon dan, untuk sebagian besar, pada proses dasar tunggal yang disebut oksida logam komplementer (CMOS).

Tapi ujung silikon mungkin terlihat. Bahkan raksasa industri IBM mengakui bahwa hari-hari silikon diberi nomor. Tapi kenapa? Dan apa yang akan menggantikannya?

Ada rakit seluruh material gres dan penggantian sebagian untuk silikon sebentar lagi. Tapi saya sanggup menulis kalimat itu dua dekade kemudian mungkin bahkan hingga tahun 1980. Namun silikon tetap dominan.

Mari kita lihat mengapa itu secara umum dikuasai dan materi apa yang balasannya sanggup menjatuhkan silikon (dan germanium) keluar dari dingklik panas.


Mengapa Silicon?
Untuk memahami mengapa kita berakhir dengan silikon, kita harus kembali ke awal. Ketika fisikawan John Bardeen, Walter Houser Brattain, dan William Shockley muncul dengan transistor pertama, materi yang mereka gunakan yakni germanium.

Germanium yakni semikonduktor yang sangat baik: Daya efisien dan sanggup dialihkan dengan sangat cepat. Namun dalam dekade-dekade berikutnya, germanium berotot keluar dari pasar semikonduktor massa alasannya yakni lebih gampang untuk mendapat silikon berkualitas tinggi.

Begitu silikon menjadi dominan, investasi dalam meningkatkan perangkat silikon telah membuatnya tetap di atas. Ini bukan alasannya yakni para insinyur dan manajer tidak menyadari manfaat dari materi lain, tetapi alasannya yakni membuat sirkuit terpadu membutuhkan pengetahuan yang mendalam wacana bagaimana materi (atau kombinasi material) akan merespons proses yang dipakai untuk membuat chip. Semua pengetahuan itu, 40 tahun dalam pembuatan, sanggup hilang dengan beralih bahan.

Apakah materinya kompatibel dengan CMOS, teknologi manufaktur yang dominan? Itu pertanyaan pertama, dan untuk beberapa, satu-satunya pertanyaan. Jika jawabannya tidak ya, Anda mulai mengalami kerugian besar.

Mengapa Harus Bahan Baru?
Dengan adanya pembatasan ini, mengapa kita bahkan mencari materi baru?

Jawabannya: kecepatan dan konsumsi daya.

Kecepatan pemrosesan tergantung pada banyak faktor, tetapi pada balasannya semakin cepat transistor sanggup diaktifkan, semakin tinggi kecepatan potensial prosesor. Sayangnya, daya yang dikonsumsi oleh timbangan sirkuit terintegrasi dengan kecepatan juga. Kecepatan tinggi niscaya terkait dengan konsumsi daya yang lebih tinggi. Ini harus dikompensasi dengan mengurangi tegangan operasi sirkuit terpadu atau mengubah cara kerja saklar.

Contoh anggun wacana bagaimana materi gres sanggup mengatakan laba ditemukan dalam perbedaan antara format memori yang berbeda: memori kanal acak dinamis (DRAM) dan memori kanal acak resistif (RRAM).

Komputer dan ponsel Anda mungkin dilengkapi dengan DRAM. Setiap chip DRAM intinya yakni sebuah kotak kapasitor kecil yang diisi untuk menyimpan satu dan dibuang untuk menyimpan nol. Sayangnya, kapasitor bocor, sehingga balasannya akan menjadi nol. Untuk mencegah hal ini, muatan di setiap kapasitor diisi 15 kali per detik.

Masalah kedua yakni bahwa mengubah satu ke nol (dan sebaliknya) membutuhkan pengisian dan pemakaian kapasitor. Ini tergantung pada detail tata letak sirkuit, tetapi secara umum, pengisian / pengosongan cepat berarti chip harus mendukung semburan arus yang tinggi.

Ini yakni jenis beban yang biasanya memperpendek umur sirkuit terintegrasi. Makara kompromi tercapai. Ayo lakukan dengan perlahan, alasannya yakni kanal ke RAM lambat.

Di sisi lain, RRAM memakai perubahan dalam resistansi material untuk pertanda satu atau nol. Ini tidak memerlukan penyegaran, dan menulis tidak membutuhkan arus yang tinggi.

Tapi itu memang membutuhkan perubahan materi. Biasanya, material PRAM terbuat dari oksida logam (pikirkan karat) yang hanya teroksidasi sebagian. Menerapkan tegangan menggeser oksigen di sekitar, membuat materi yang sangat konduktif atau sangat mengisolasi  pilihan ada di tangan Anda.

Peralihan antara kondisi konduksi dan isolasi hanya memerlukan beberapa nanodetik. Arus untuk membaca dan menulis juga sangat kecil, sehingga RRAM mempunyai potensi untuk kecepatan tinggi dan daya rendah.

Tetapi tidak semua pilihan material RRAM bekerja dengan CMOS, sehingga insinyur mungkin dipaksa untuk mengkompromikan kinerja untuk fasilitas fabrikasi kalau mereka ingin tetap berada di jalur CMOS  atau melaksanakan CMOS yang tidak terpikirkan dan ditinggalkan.

Masalah Doping (The Doping Problem)
Kemudian kita tiba ke transistor yang membentuk jantung prosesor apa pun. Secara independen apakah kita menentukan germanium atau silikon, beberapa pengotor, ibarat boron atau fosfor, harus sengaja ditambahkan (proses yang disebut doping) untuk menyesuaikan sifat listrik. Tingkat doping tipikal yakni sekitar satu atom fosfor per 1.000 atom silikon, misalnya.

Dalam fitur terkecil kami atau bab dari transistor, yang kira-kira 14 nanometer, kita sanggup berharap akan ada sekitar 100 atom fosfor - perubahan 10 atau lebih bukan duduk perkara besar. Setelah kita hingga ke fitur yang hanya tiga nanometer, hanya akan ada satu atom fosfor per fitur. Atau tidak ada, atau tiga, tergantung pada keberuntungan undian.

Dan alasannya yakni masing-masing fitur relatif terisolasi dengan baik dari sekelilingnya, sifat-sifat listrik dari masing-masing fitur akan sangat berbeda. Ini akan membuat rekayasa mimpi buruk. Solusinya membutuhkan materi yang tidak memerlukan doping.

Mari kita lihat beberapa kemungkinannya.


Keripik Berbulu (Hairy Clips)
Materi yang secara rutin disebut-sebut sebagai masa depan komputasi yakni karbon nanotube: satu lembar atom karbon, disusun dalam contoh heksagonal. Ujung-ujung lembaran ditarik ke atas dan disatukan untuk membuat sebuah tabung.

Karbon nanotube biasanya kurang dari dua nanometer dengan diameter tetapi sanggup memperpanjang untuk mikron panjangnya. Ini memberi mereka potensi untuk membentuk banyak elemen sirkuit yang berbeda.
Rendering of hexagonal mesh pipe from carbon nanotubes. Photo: Getty

Dan kemajuan mereka cukup bagus. Dalam cara awal kembali pada simpulan 1980-an peneliti menghasilkan kusut yang tidak terkendali dari nanotube karbon dengan segala macam diameter (tabung bahkan tumbuh dalam satu sama lain) dan adonan jenis logam dan semikonduktor. Hari ini, hampir mungkin untuk menumbuhkan karbon nanotube ke spesifikasi.

Tetapi nanotube yang tumbuh hanya setengah dari pertempuran. Para peneliti dengan cepat memperlihatkan bahwa transistor yang fantastis dan elemen listrik lainnya sanggup dibangun dari karbon nanotube. Anda hanya perlu kesabaran untuk secara individual menentukan dan menempatkan nanotube di lokasi yang tepat dari sirkuit prefabrikasi. Ini yakni kebalikan dari manufaktur bervolume tinggi.

Baru-baru ini, telah menjadi mungkin untuk membuat sirkuit menurut karbon nanotube, yang lokasinya tidak diketahui secara pasti. Sebagai gantinya, semua yang diharapkan yakni bahwa tabung-tabung itu semuanya berbaris di arah yang sama. Hal ini memungkinkan sirkuit sekitarnya untuk dibuat, mengetahui bahwa nanotube karbon akan menjembatani elektroda dan membentuk transistor.

Langkah tengah itu, meskipun mendapat nanotube karbon ke permukaan kanan masih belum siap untuk prime time. Saat ini, keadaan seni yakni menumbuhkan tabung lurus pada satu substrat dan kemudian memakai sejenis pita perekat berteknologi tinggi untuk memindahkan tabung ke wafer kawasan Anda membuat sirkuit.

Saya tidak yakin apakah ada yang benar-benar akan mempertimbangkan siap untuk produksi bervolume tinggi. Namun, kalau langkah itu sanggup otomatis dan mempercepat, maka hal-hal akan mencari nanotube karbon.

Karbon Dua Dimensi (Two-Dimensional Carbon)
Graphene yakni materi lain dengan janji. Ia mempunyai lebih banyak hype daripada karbon nanotube, dan untuk alasan yang bagus.

Pertama, graphene yakni satu lapisan atom karbon. Karena ini yakni lembaran, Anda sanggup memakai banyak teknik yang sudah ada sebelumnya untuk membuat sirkuit di graphene. Tidak hanya itu, tetapi graphene juga semikonduktor yang cukup anggun dan mempunyai potensi untuk mempunyai kecepatan switching transistor yang mengungguli hampir semua material lainnya.

Karena mempunyai konduktivitas panas yang sangat baik, Anda sanggup membayangkan menumpuk sirkuit graphene di atas satu sama lain. Panas harus mengalir ke tepi luar sirkuit untuk disedot oleh sirkuit pendingin. Kedengarannya ibarat materi mimpi.
Graphene rendering. Photo: Getty

Kenyataannya kurang optimis. Semua sifat-sifat anggun itu? Mereka hanya ada di graphene yang sempurna. Tetapi kami tidak sanggup membuat lembar graphene yang tepat yang memanjang ke seluruh area yang diharapkan untuk sebuah chip. Bahkan, kami bahkan tidak sanggup membuat lembaran graphene yang tidak tepat di atas wafer untuk sirkuit terpadu.

Tidak, graphene harus ditumbuhkan pada beberapa material lain, ibarat tembaga, dan kemudian dilepaskan dengan hati-hati dari tembaga dan dipindahkan ke substrat sirkuit terpadu. Setiap langkah dalam mekanisme itu merusak graphene dan membuat propertinya kurang diinginkan. Bayangkan mengarang sebuah chip tetapi tidak tahu apakah ada lubang besar dalam materi yang Anda buat.

Lebih jelek lagi, alasannya yakni graphene yakni lapisan tunggal, sifatnya berubah tergantung pada materi yang Anda tempatkan. Lapisan graphene yang tepat harus dienkapsulasi dalam beberapa materi inert sebelum sanggup digunakan.

Kemudian Anda mempunyai duduk perkara dalam membuat transistor graphene. Graphene, ibarat silikon, yakni semikonduktor. Silikon tidak berfungsi hingga Anda menerapkan tegangan sekitar 0,7 volt. Tegangan ekivalen Graphene yakni nol volt. Ya, itu semikonduktor yang berperilaku ibarat logam. Jadi, dalam merancang rangkaian graphene, Anda harus memperkenalkan dopan untuk meningkatkan tegangan itu.


Anak Baru di Blok (The New Kid On The Block)
Yang membawa saya ke materi menguntungkan akhir: molybdenum disulfida. Ini biasanya ditata sebagai materi lapisan tunggal lainnya, ibarat graphene, tetapi lembaran lengkap sebetulnya terdiri dari lapisan molibdenum yang diapit lapisan belerang.

Seperti dengan graphene, membuat sirkuit dengan molybdenum disulfida melalui proses fabrikasi standar yakni mungkin. Tidak ibarat graphene, molybdenum disulfide berperilaku lebih ibarat silikon, sehingga lebih gampang untuk membuat transistor yang baik. Namun, ia juga mempunyai banyak sifat graphene yang lebih baik, sehingga transistor tersebut sanggup cepat dan irit daya.

Sayangnya, molybdenum disulfida juga ibarat graphene yang harus ditanam pada satu substrat dan kemudian ditransfer (tanpa kerusakan) ke sebuah chip. Setelah itu, semua transistor dan koneksi di antara mereka dibuat. Meskipun ini sanggup dilakukan, itu bukan proses yang cocok untuk produksi mikroprosesor yang cepat.


Semua Pilihan Ini: Siapakah Yang Menang?
Materi apa yang akan memberi kita jalan di luar silikon?

Materi gres yang telah kami diskusikan mempunyai properti elektronik yang tepat untuk menggantikan silikon dan germanium. Tetapi langkah yang hilang yakni teknis: Bagaimana cara memproduksi sirkuit terpadu dengan cara yang sangat sanggup direproduksi — dan melakukannya dengan cepat dan murah?

Di masa lalu, silikon dan germanium menghadapi duduk perkara yang sama. Sulit untuk membuat proses fabrikasi yang matang. Sirkuit silikon dan germanium membuat pasar dan memimpin industri. Ketika para insinyur dan ilmuwan berbagi proses fabrikasi, setiap perbaikan dilakukan melalui proses yang ada pada material yang sama.

Pendatang gres harus menggantikan silikon dan germanium, yang berarti mereka tidak sanggup memulai dengan hasil rendah, produk yang sangat mahal. Tidak cukup anggun untuk mengatakan proses yang mengalahkan yang terbaik sebelumnya dengan materi yang sama.

Sebaliknya, ia harus mengalahkan proses ketika ini pada silikon, yang membuat penghalang untuk masuk sangat tinggi. Mengharapkan waktu tunggu yang usang sebelum bahan-bahan ini muncul di komputer rumah Anda.

Sumber : https://medium.com/@laserboy/what-comes-after-silicon-a812847932a8

Sumber https://www.zeevorte.net/

Related Posts