COAL HANDLING
1.1 Deskripsi
PLTU batubara yaitu suatu pembangkit listrik yang menggunakan batubara sebagai materi bakar utamanya. Untuk mencukupi kebutuhan materi bakar batubara yang relatif besar jumlahnya dibutuhkan suatu penanganan khusus yang dinamakan Coal Handling System.
Coal Handling System berfungsi menangani mulai dari pembongkaran batubara dari kapal/ tongkang (unloading area) hingga ke area penimbunan/ penyimpanan di stock area ataupun pribadi pengisian ke bunker (powerplant), yang selanjutnya digunakan untuk pembakaran di Boiler. Alat transportasi yang digunakan dengan system conveyor. Beberapa laba yang bisa diperoleh dengan system conveyor diantaranya yaitu :
- Menurunkan biaya dan waktu pada ketika memindahkan batubara
- Meningkatkan efisiensi pemindahan material
- Menjaga kualitas lingkungan kerja (bersahabat dengan lingkungan)
- Tidak berisik
- Menurunkan tingkat polusi udara.
1.2 Klasifikasi Batubara
Batubara diklasifikasikan terutama menurut komponen volatile dan kadar karbon. Komponen volatile yaitu pada ketika batubara dipanaskan hingga suhu tertentu, hidrokarbon dalam batubara, karbon monoksida, hidrogen sulfida, hidrogen, nitrogen dan zat lain akan berubah ke bentuk gas, zat ini disebut gas volatile batubara, persen berat dari zat-zat tersebut disebut komponen volatile, ditandai dengan "V".
Menurut jumlah komponen volatile dalam batubara, batubara sanggup dibagi menjadi: batubara sedikit (antrasit, komponen volatil yang terkandung di bawah 12%), batubara ramping (komponen volatil yang terkandung yaitu 12-18%), batubara karbon (komponen volatil yang terkandung yaitu 18-26%), batubara gemuk (komponen volatil yang terkandung yaitu 26-35%), batubara gas (komponen volatil yang terkandung yaitu 35-44%) dan batubara jet (kompenen volatile yang terkandung lebih dari 42%).
Beberapa karbon dihasilkan sangat sulit ketika pembakaran batubara, sementara beberapa karbon dihasilkan dengan sangat mudah, menyerupai inilah perbedaan kandungan yang dikenal sebagai kadar karbon dari batubara. Batubara sanggup dibagi menjadi batubara pembakaran-terbuka, batubara kadar karbon rendah dan batubara kadar karbon tinggi.Batubara sanggup dibagi menjadi batubara lilin, fusain, batubara kusam, batubara cerah dan vitrain sesuai dengan struktur batuan yang berbeda.
Komposisi dan kualitas yang berbeda dari aneka macam jenis batubara akan mempunyai nilai kalor yang berbeda. Panas yang dilepaskan dalam pembakaran tiap satuan berat materi bakar disebut dengan nilai kalor, diatur bahwa nilai kalor batubara dari setiap kilogram batubara yaitu 7000 kilokalori merupakan batubara standar, dan konsumsi batubara diubah sesuai dengan standar ini.
1.3 Karakteristik Batubara
Bahan organik batubara yaitu makromolekul senyawa organik kompleks, yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, fosfor dan unsur-unsur lain. Jumlah total karbon, hidrogen dan oksigen sekitar lebih dari 95% dari materi organik. Kandungan anorganik dalam batubara juga mengandung sejumlah kecil dari karbon, hidrogen, oksigen, belerang dan elemen lainnya. Karbon merupakan komponen yang paling penting dalam batubara, kadarnya meningkat sesuai dengan derajat coalification. Kandungan karbon dalam peat yaitu 50% 60%, 60% 70% pada lignit, 74% 92% pada batubara bituminous, 90% 98% pada antrasit. Sulfur yaitu komponen kimia yang paling berbahaya dalam batubara. Ketika batubara terbakar, belerang akan menghasilkan SO2 yang korosif terhadap peralatan logam dan mencemari lingkungan. Kadar belerang dalam batubara sanggup dibagi menjadi 5 tingkatan: batubara tinggi belerang (lebih besar dari 4%), batubara kaya belerang (2,5% 4%), batubara belerang menengah (1,5% 2,5%), batubara rendah belerang (1% 1,5%), batubara khusus rendah belerang (kurang dari atau sama dengan 1%). Sulfur dalam batubara sanggup dibagi lagi menjadi belerang organik dan anorganik.
Karakter dasar batubara yaitu melepaskan panas dalam pembakaran, memisahkan zat volatil ketika dipanaskan hingga suhu tertentu, penguapan air, komponen volatile memisah dan membentuk karbon bila dipanaskan hingga suhu tertentu tanpa udara, debu sisa pembakaran padat pada suhu rendah dan cair ketika suhu mencapai titik fusi abu.
1.4 Pengaruh Kualitas Batubara pada Pembangkit Listrik
Batubara merupakan materi bakar padat yang terbentuk secara alamiah tanggapan pembusukan sisa flora purba dalam waktu jutaan tahun. Oleh lantaran itu, karakteristik dan kualitas batubara sangat bervariasi dan tidak homogen jikalau dibandingkan dengan materi bakar yang telah mengalami proses pengolahan dalam pabrik, menyerupai contohnya materi bakar minyak.
Karakteristik pembakaran batubara dalam sebuah pembangkit listrik terutama dipengaruhi oleh (Reid, 1991):
- Kualitas atau karakteristik batubara;
- Batasan yang ditentukan oleh desain boiler, posisi burner, konfigurasi fisik dan luas perpindahan panas dalam ketel uap (boiler);
- Kondisi operasional.
Mengingat hal tersebut di atas, maka idealnya desain suatu pembangkit listrik berbahan bakar batubara dibentuk menurut kualitas batubara yang akan digunakan. Atau sebaliknya, batubara yang dipasok untuk sebuah pembangkit listrik seharusnya sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan.
Beberapa parameter-paramater batubara yang sanggup mempengaruhi proses pengoperasian suatu pembangkit listrik yaitu:
1. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)
CV sangat besar lengan berkuasa terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara, windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka pedoman batubara pada setiap jamnya akan semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan.
2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi dua yaitu free moisture (FM) dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.
3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio materi bakar (fuel ratio).
4. Kadar debu (Ash content, satuan persen)
Kandungan debu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan tempat konversi dalam bentuk debu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80 persen dan debu dasar sebanyak 20 persen. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui.
5. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas materi bakar.
6. Kadar belerang (Sulfur content, satuan persen)
Kandungan belerang dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, evaluasi kandungan belerang dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan belerang besar lengan berkuasa terhadap tingkat korosi sisi hirau taacuh yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, di samping besar lengan berkuasa terhadap efektivitas penangkapan debu pada peralatan electrostatic precipitator.
7. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir garang (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling garang hingga dengan ukuran 50 milimeter.
8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fitness) yang sama.
Adapun karakaterisitik batubara yang digunakan di PLTU Palabuhanratu yaitu sebagai berikut :
No | Item | Unit | Design Coal | Check Coal |
A | Industrial analysis | |||
1 | Moisture | % | 30.7 | 34.1 |
2 | Internal Moisture | % | 13.8 | 15.62 |
3 | Ash | % | 3.83 | 4.43 |
4 | Fixed Carbon | % | 32.97 | 32.39 |
5 | Volatile Content | % | 33.23 | 29.08 |
B | Composition analysis | |||
1 | Carbon | % | 49.17 | 48.69 |
2 | Hydrogen | % | 2.68 | 2.15 |
3 | Sulfur | % | 0.23 | 0.25 |
4 | Nitrogen | % | 0.51 | 0.33 |
5 | Oxygen | % | 12.7 | 9.96 |
6 | Chlorine | % | 0.18 | 0.09 |
7 | Moisture | % | 30.7 | 34.1 |
8 | Low calorific value | Kcal/kg | 4200 | 4000 |
1.5 Penyimpanan dan Penjagaan yang Aman dari Batubara
Batubara harus dalam penyimpanan dan penjagaan yang kondusif untuk mencegah pembakaran impulsif batubara, tersapu oleh hujan, bahkan tertiup oleh angin yang kuat yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak perlu. Untuk menghindari terjadinya situasi di atas, kita harus memperkuat penyimpanan batubara dan administrasi kerja.
1. Pelapukan Batubara
Untuk zat organic yang terkubur lapisan batubara, lantaran tugas faktor alam dalam waktu yang usang sebelum penambangan, sifat fisik, kimia dan karakteristik proses telah mengalami perubahan yang signifikan, fenomena ini dikenal sebagai pelapukan. Secara umum, pelapukan batubara mengacu pada batubara yang telah lapuk di stok area batubara. Ketika menumpuk dan menyimpan batubara, batubara lapuk tidak sanggup ditumpuk tolong-menolong dengan batubara mentah sehingga tidak mempengaruhi kualitas batubara mentah.
2. Oksidasi Batubara
Karena tugas oksigen di udara, batubara yang ditambang keluar kehilangan kilau permukaan dan menghasilkan warna merah atau karat putih, meningkatkan kadar air, bongkahan batubara pecah menjadi serbuk, fenomena ini dikenal sebagai oksidasi batubara. Setelah oksidasi, kadar karbon batubara berkurang cepat dan bahkan menghilang, kandungan oksigen batubara naik serta kandungan karbon, hidrogen, nitrogen dan belerang organik turun. Komponen volatile batubara yang teroksidasi yaitu tinggi dan peningkatan karbondioksida. Kadar karbon batubara teroksidasi menurun, sesudah oksidasi, kadar karbon batubara akan menurun lebih cepat.
3. Pembakaran Spontan Batubara
Jika panas yang dilepaskan dalam oksidasi watu bara tidak bisa dilepaskan keluar dan menumpuk dalam penyimpanan batubara, maka suhu penyimpanan batubara akan naik dan mencapai titik pengapian, yang akan mengakibatkan pembakaran spontan. Pembakaran impulsif tidak hanya terjadi dalam penyimpanan batubara, beberapa batubara yang gres terbentuk sanggup terbakar impulsif di tambang, yang akan menghancurkan tempat tambang.
Batubara dengan tingkat metamorf rendah mempunyai titik pengapian rendah dan lebih praktis teroksidasi dan masuk ke pembakaran spontan. Singkatnya, titik pengapian yaitu salah satu
faktor penting yang mempengaruhi pembakaran spontan. Oleh lantaran itu, kita harus mengetahui kisaran titik pengapian batubara yang digunakan sehingga sanggup mengambil langkah-langkah yang tepat sebanyak mungkin untuk mencegah pembakaran spontan.
1.6 Penyimpanan Batubara
Untuk memenuhi kebutuhan produksi, sejumlah batubara harus disimpan di stok area batubara. Untuk menurunkan tingkat oksidasi dan untuk mencegah pembakaran impulsif batubara dalam penyimpanan, poin-poin berikut harus diperhatikan ketika batubara disimpan di stok area batubara.
- Batubara dalam penyimpanan harus tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit, umumnya sangat cocok untuk menyimpan jumlah yang sanggup memenuhi pembangkit bekerja selama 7-15 hari.
- Simpan secara terpisah sesuai dengan jenis batubara.
- Perhatikan lingkungan penyimpanan batubara. Batubara tidak sanggup ditumpuk di tempat dengan uap, pemanas atau pipa air panas, dan harus jauh dari sumber panas dan listrik. Stok area batubara yang terbaik yaitu tanah yang di semen, harus kering dan datar dengan drainase alam yang baik.
- Memantau suhu penyimpanan batubara secara terjadwal untuk mencegah pembakaran spontan.
Kapasitas penyimpanan batubara di penimbunan biasanya kira-kira ¼ dari jumlah ini ditimbun pada ketinggian 10 m akan meliputi areal seluas 13 -14 hektar. Karena batubara yang dikirim mungkin mempunyai kandungan tanah liat yang tinggi, atau butiran terlalu lembut tanggapan proses penambangan, penimbunan harus dirancang untuk mendapat kondisi timbunan yang praktis ditangani. Sehingga sanggup melayani unit untuk beroperasi dalam cuaca buruk sekalipun.
Lokasi penimbunan batubara pada unit dipengaruhi oleh beberapa faktor menyerupai sumber (tambang watu bara), jarak lokasi penimbunan watu bara ke bunker watu bara di boiler dan lain sebagainya.
Ketinggian maximum dari tumpukan watu bara kira-kira 13,3 m, ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya api yang disebabkan oleh beroksidasinya udara yang terjebak dalam timbunan watu bara. Permukaan luar dipadatkan sebisa mungkin dengan cara menjalankan kendaraan diatasnya.
1.7 Pengambilan Timbunan
Hal yang perlu diperhatikan ketika akan mengeruk watu bara dan memasukannya ke boiler yaitu kondisi watu bara yang buruk akan sanggup menjadikan fluktuasi beban dan efisiensi.
Batu bara yang basah, lengket akan menyumbat chute, bunker dan belt feeder atau bahkan akan menurunkan beban tanggapan gangguan mill. Kandungan air sanggup besar lengan berkuasa besar pada unjuk kerja mill serta efisiensi pembakaran yang disebabkan oleh penguapan sejumlah besar air pada ruang bakar dan keluar ke cerobong.
Cara pengerukan sedikit demi sedikit sepanjang lintasan penimbunan pada umumnya lebih disukai lantaran akan menjamin bentuk dari timbunan tetap terjaga. Hal yang perlu diperhatikan yaitu tetap menjaga pinggiran timbunan batubara selalu dalam keadaan baik. Bila terjadi kerusakan/ kelongsoran harus segera diperbaiki supaya selalu permukaan timbunan batubara yang bergelombang tanggapan pergerakan harus segera diratakan kembali. Ini bisa dilakukan dengan memakai kendaraan beroda empat scraper dengan cara menurunkan penyendok untuk meratakan permukaan timbunan batubara.
Permukaan yang berombak akan terpotong pada potongan yang tinggi oleh penyendok dan kemudian dicurahkan pada tempat yang rendah. Dalam pengerukan timbunan sanggup digunakan teknik yang sama dengan teknik penimbunan dengan cara menentukan jalur-jalur pergerakan sehingga dalam langkah pengerukan sekaligus juga akan diperoleh langkah pemadatan. Selama melaksanakan pengerukan, kendaraan hendaknya dijalankan dengan kecepatan lambat. Permukaan yang bergelombang akan mengakibatkan abrasi tanggapan angin dan menimbulkan alur-alur bila turun hujan lebat.
1.8 Bentuk Timbunan
Untuk keperluan pemeliharaan, penyimpanan dan operasi dari mesin-mesin, maka kemiringan sisi timbunan dibentuk 1 banding 3.
Kemiringan yang tajam banyak digunakan menyerupai pada power station di negara-negara Barat contohnya 1 banding 1 atau 45o. Bila tingkat ini yang di pakai, sisi timbunan akan menjadi terlalu curam untuk mesin dengan beban penuh supaya sanggup melewati lereng dengan aman. Sebuah rute yang diagonal akan bisa untuk dilalui kendaraan beroda empat tapi tidak kondusif lantaran :
a. Stabilitas mesin akan mendekati limitnya.
b. Kondisi dari permukaan penimbunan harus selalu diperiksa dari kemungkinan yang menjadikan kendaraan beroda empat selip, kehilangan kekuatan tarikan dan tidak stabil.
Bila ada lereng yang menjadi curam, saluran melalui jalur yang lebih panjang harus dibentuk untuk mendapat rute`yang aman. Selain itu harus juga diperhatikan bahwa pemadatan potongan tepi jalur rute kendaraan harus benar-benar baik.
Untuk menciptakan timbunan dengan lereng yang curam, perlu diperhatikan beberapa faktor menyerupai :
1. Kunci keberhasilan pemeliharaan penimbunan yang baik yaitu mengetahui dengan baik yaitu mengetahui dengan baik cara pemadatan sehingga memperkecil timbulnya panas dan menjaga longsornya lereng –lereng timbunan.
2. Setiap penimbunan terutama pada timbunan yang tinggi dengan lereng yang terjal, bila ada hujan besar akan terbentuk alur pedoman air yan sanggup menimbulkan keruntuhan timbunan.
3. Air yang masuk ketimbunan batubara akan menambah gangguan timbunan.
Agar sanggup menggerakan kendaraan beroda empat secara bebas disekitar pingiran timbunan, yakinkan bahwa pemadatan potongan tepi sudah baik. Pada kecuraman lereng 1 banding 3 truck buldozerlah yang harus digunakan untuk memperbaiki permukaan tanggapan abrasi air hujan. Jalan juga harus dibentuk disepanjang pinggiran timbunan watu bara untuk memudahkan pengontrolan sekeliling area penimbunan.
1.9 Pemeliharaan Timbunan
Pengalaman telah membuktikan bahwa resiko terbesar dari kerusakan penyimpanan batubara terjadi pada bulan-bulan dari waku penimbunan. Bila pemanasan tidak terjadi pada periode ini, pada umunya timbunan akan kondusif dari api. Tetapi pengawasan yang terus-menerus tetap perlu dilakukan.
Tanggung jawab untuk ini harus diberikan pada fuel dan ash handling enginer, dimana harus menentukan cara yang baik dari pemeliharaan dan pemerikasaan penyimpanan watu bara.
Pemeriksaan harus meliputi :
1. Mengenali tempat yang panas.
2. Daerah watu bara yang berkurang / diambil.
3. Bentuk penimbunan yang buruk dan rusak.
4. Permukaan watu bara yang tidak rata.
5. Erosi tanggapan angin dan hujan.
Erosi tanggapan hujan harus diperbaiki lagi menyerupai semula dan dipadatkan untuk menghindari udara yang terjebak. Pemeliharaan lereng timbunan batubara secara intensif akan membantu mengatasi problem.
Tempat-tempat yang panas sanggup diketahui dari terciumnya bau-bau yang khas. Tempat yang paling sering rusak umumnya disekitar dasar pinggiran tumpukan dimana udara praktis masuk.
Secara garis besar, coal handling area di PLTU batubara sanggup dikelompokkan menjadi :
1. Unloading Area
Pelabuhan/ Dermaga/ Jetty merupakan tempat yang digunakan oleh kapal/ tongkang untuk berlabuh dan membongkar batubara. Untuk keperluan kelancaran pembongkaran batubara, pelabuhan/ jetty bisa dilengkapi dengan peralatan :
a. Fix ataupun movable hopper, digunakan untuk membongkar batubara dari kapal yang mempunyai sistem bongkar sendiri (self unloading).
b. Ship unloader, digunakan untuk membongkar batubara dari kapal yang tidak mempunyai sistem bongkar sendiri.
2. Coal Stock/ Coal Yard Area
Merupakan tempat penimbunan batubara sementara yang dikirim dari unloading area sebelum dilanjutkan ke bunker (powerplant). Coal stock area biasanya dilengkapi Stacker Reclaimer, Telescopic Chute dan Under Ground Hopper.
COAL HANDLING AREA
2.1 PendahuluanSecara garis besar, coal handling area di PLTU batubara sanggup dikelompokkan menjadi :
1. Unloading Area
Pelabuhan/ Dermaga/ Jetty merupakan tempat yang digunakan oleh kapal/ tongkang untuk berlabuh dan membongkar batubara. Untuk keperluan kelancaran pembongkaran batubara, pelabuhan/ jetty bisa dilengkapi dengan peralatan :
a. Fix ataupun movable hopper, digunakan untuk membongkar batubara dari kapal yang mempunyai sistem bongkar sendiri (self unloading).
b. Ship unloader, digunakan untuk membongkar batubara dari kapal yang tidak mempunyai sistem bongkar sendiri.
2. Coal Stock/ Coal Yard Area
Merupakan tempat penimbunan batubara sementara yang dikirim dari unloading area sebelum dilanjutkan ke bunker (powerplant). Coal stock area biasanya dilengkapi Stacker Reclaimer, Telescopic Chute dan Under Ground Hopper.
3. Coal Bunker
Merupakan tempat penyimpanan final batubara yang ditampung dalam bunker (silo) sebelum digunakan sebagai materi bakar PLTU. Pengisian batubara ke dalam bunker memakai Belt Conveyor dari Coal Yard ataupun dari Ship Unloader yang bisa dioperasikan secara otomatis dari Coal Handling Control Room (CHCR) dan lokal.
2.2 Peralatan Coal Handling System
Peralatan coal handling system dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Peralatan Utama Coal Handling System
2. Peralatan Pendukung Coal Handling System
3. Peralatan Proteksi/ Pengaman Coal Handling System
1. Peralatan Utama Coal Handling System
1. Conveyor
2. Stacker/ Reclaimer
3. Ship Unloader
4. Transfer Tower
5. Hopper
6. Diverter gate
7. Coal Plough
8. Bunker/ Silo
1. Conveyor
Conveyor merupakan alat sangat vital di coal handling system, lantaran fungsinya yaitu untuk mentransfer/ mengalirkan batubara dari unloading area (intake hopper) hingga coal bunker. Bagian conveyor antara lain :
- Belt conveyor
- Motor Drive
- Gearbox
- Idler
- Pulley
- Belt Cleaner
- Fluid Coupling
a. Belt Conveyor
Merupakan suatu belt/ sabuk yang berbahan karet yang berfungsi untuk membawa material (batubara).
![]() |
Belt Conveyor |
b. Motor Drive
Berfungsi sebagai pencetus utama dari belt conveyor dalam pengoperasiannya dihubungkan dengan gear box dan coupling.
c. Gearbox
Berfungsi sebagai pentransmisi dari motor ke pulley dan berfungsi mereduksi putaran input motor.
d. Idler
Berfungsi untuk menjaga belt pada potongan yang berbeban atau sebagai roll penunjang belt bermuatan material. Posisi dari carrying idler berada beliau atas conveyor table, komposisinya terdiri dari 3 buah roll pencetus berbentuk “ V”.
- Impact Idler : Posisinya tepat dibawah chute, pada potongan luarnya dilapisi dengan karet dan jarak antara satu sama lain lebih rapat dari carrying, berfungsi untuk menahan belt supaya tidak sobek/ rusak tanggapan batubara yang jatuh dari atas.
- Return idler : berada dibawah belt pada sisi balik conveyor komposisinya hanya terdiri dari 1 buah roll penyangga dan berfungsi untuk menyangga belt dengan arah putar balik.
- Steering Idler : merupakan idler yang berfungsi untuk menjaga kelurusan belt supaya tidak jogging (geser kanan/ kiri).
e. Pulley
- Drive Pulley : Merupakan pulley yang secara pribadi atau tidak terhubung dengan motorlistrik dan dikopling dengan gear box. Fungsinya untuk memutar belt menuju ke depan. Posisi drive pulley tidak harus selalu di depan, bisa dipasang dimana saja yangdianggap menguntungkan.
- Snap Pulley : berada pada ujung conveyor atau lebih tepatnya dibawah drive pulley, berfungsi untuk menahan sekaligus menghubungkan belt conveyor ke drive pulley.
- Tail Pulley : berada pada ujung belakang, berfungsi untuk memutar kembali belt conveyor menuju kea rah drive pulley. Tail pulley dilengkapi dengan belt cleaner yang berfungsi untuk mencegah batubara supaya tidak masuk ke tail pulley.
- Counter Weight (Gravity take up pulley) : berfungsi sebagai pemberat untuk menjaga ketegangan pada belt.
- Band pulley : berfungsi untuk mengarahkan belt conveyor yang akan melewati take up pulley.
- Take up pulley : berfungsi sebagai pulley yang membawa pemberat dari counter weight.
f. Fluid Coupling
Peralatan yang digunakan untuk memindahkan daya dengan memakai minyak sebagai medianya.
2. Stacker Reclaimer
Adalah alat besar yang mempunyai 2 fungsi kerja yaitu untuk memindahkan material batubara dari tongkang yang dibongkar melalui Ship Unloader ke coal yard dengan media belt conveyor (Stacking) dan, memindahkan material batubara dari coal yard menuju bunker melalui media belt conveyor (Reclaim).
Peralatan utama dan pendukung pada ST/RE antara lain :
1. Bucket Wheel : Berfungsi untuk mengambil / mengeruk batubara dari coal yard pada ketika pengisian bunker atau reclaim.
2. Boom Conveyor : Berfungsi untuk menampung / media transportasi batubara untuk didistribusikan ke coal yard ataupun bunker.
3. Cabin : Berfungsi sebagai tempat pengendali atau pengoperasian stacker / reclaimer.
4. PLC : Berfungsi sebagai pengendali sentra dari stacker/ reclaimer.
5. Breaker Room : Berfungsi sebagai sumber supply kelistrikan pada stacker / reclaimer. (6.3 Kv dan 400 V)
6. Cable Reel : Berfungsi untuk menggulung dan mengulur kabel control 6.3 Kv dan 400 V.
7. Elevating Conveyor : Berfungsi sebagai menampung atau media transportasi batubara dari tongkang menuju coal yard (stacking).
8. ATC (Auxiliary Tail Car) : Berfungsi untuk mengubah posisi stacking ataupun reclaim.
9. Chute elevating : Berfungsi sebagai penampung dan pengarah batubara dari elevating menuju boom conveyor.
10. Chute boom : Berfungsi penampung dan pengarah batubara dari boom conveyor menuju BC 6.
11. CHF (Chute Hopper Flapper) : Berfungsi untuk mengubah dampper pada ketika stacking atau reclaim.
12. Motor Boom Conveyor : berfungsi untuk menggerakkan boom conveyor.
13. Motor Elevating Conveyor : Berfungsi untuk menggerakkan elevating conveyor.
14. Fluid Coupling : Berfungsi sebagai couling/ penyambung motor dengan pulley boom conveyor ataupun elevating conveyor.
15. Motor Gantry : Berfungsi untuk menggerakkan maju dan mudur ST/ RE.
16. Rail Clamp : Berfungsi sebagai pengunci roda gantry ST /RE.
17. Anchor: Berfungsi sebagai stand penyeimbang ST/ RE.
18. Motor Slewing: Berfungsi untuk menggerakkan ke kanan dank e kiri ST/RE.
19. Brake Motor Slewing : Berfungsi sebagai brake/ pengunci motor slewing.
20. Hydraulic Luffing Boom : Berfungsi untuk menggerakkan naik dan turunnya Boom.
21. RBC (Remove Block Chute) : Berfungsi sebagai screen batubara berukuran besar masuk masuk ke boom conveyor (±25x25 cm).
22. Hydraulic ATC (auxiliary Tail Car) : Berfungsi untuk menggerakkan naik dan turunnya auxiliary tail car, dengan system hydraulic.
23. Hydraulic Bucket Whell : Berfungsi untuk memutarkan Bucket Wheel, dengan system hydraulic.
24. Reservoir Tank : Berfungsi sebagai penampung air dari BOP, untuk spray batubara.
25. Dedusting system : Berfungsi untuk spray batubara, dengan media pompa dedusting pump.
26. System Proteksi : Berfungsi sebagai pengaman ketika operasi tidak normal.
27. Buffer : Berfungsi untuk menahan terjadinya benturan pada stopper ketika limit switch proximity tidak bekerja.
28. Stopper : Berfungsi untuk batas maju mundurnya ST/ RE.
3. Ship Unloader (SU)
Adalah suatu peralatan yang digunakan untuk pembongkaran batubara dari kapal yang tidak mempunyai peralatan bongkar sendiri (non self Unloading) peralatan ini dilengkapi dengan Grab (bucket) dengan kapasitas bongkar 1.250 ton/jam untuk masing-masing ship unloader.
4. Transfer Tower
Pengaturan arah pedoman tersebut dilakukan disuatu bangunan yang memuat alat pemindah arah pedoman yang pengendaliannya sanggup dikendalikan dari Control Room Coal Handling (CHCR). Pengaturan dilakukan dengan cara mengatur posisi dari Diverter Gate/ Isolating Shutle yang terdapat pada peralatan pemindah aliran. Bangunan ini dikenal dengan nama Transfer Tower.
5. Hopper
Berada disisi depan conveyor. Memiliki bentuk yang lebih besar dan berfungsi untuk menampung batubara dengan kuantitas relatif banyak sebelum diarahkan ke conveyor. Hopper dilengkapi dengan chute yang memudahkan batubara untuk meluncur, sehingga tidak menggumpal maupun terjadi penyumbatan.
6. Diverter Gate
Adalah suatu peralatan untuk memindahkan pedoman batubara dari arah yang satu ke yang lainnya. Diverter Gate ini mempunyai dua posisi pada sisi pengeluaran, dan dihentikan di pindahkan pada ketika ada pedoman batubara.
7. Coal Plough
Coal Plough yaitu suatu peralatan untuk mengarahkan curahan batubara dari Plant Distribute Hopper ke bunker melalui belt conveyor.
8. Bunker / Silo
Berfungsi sebagai tempat penampungan watu bara terakhir sebelum digunakan untuk pembakaran di boiler.
2. Peralatan Pendukung Coal Handling System :
1. Magnetic Separator
2. Belt Weigher/ belt scale
3. Crusher
4. Sampling system
5. Dust Supression
6. Dust Collector
7. Roller Screen
8. RHP (Retracable Head Pulley)
1. Magnetic Separator
Berfungsi untuk memisahkan logam besi dari batubara, prinsip kerjanya menurut induksi electromagnetic, kemudian akan melekat pada conveyor magnetic separator yang berputar melintang diatas belt conveyor dan akan jatuh pada sisi penampungan.
2. Belt Weigher/ Belt Scale
Berfungsi untuk menimbang batubara yang akan disalurkan ke stock out area atau ke unit dan untuk mengetahui flow rate yang melewati conveyor tersebut. Pengukuran berat dilakukan dengan cara menimbang laju pedoman batubara diatas beltconveyor.
3. Crusher
Berfungsi untuk menghancurkan batubara yang lewat peralatan tersebut. Crusher memakai motor sebagai penggerak, pada crusher dilengkapi dengan peralatan pengaman yaitu vibration sensor, winding temperatur sensor, dan space heater.
![]() |
Crusher |
4. Sampling System
Berfungsi untuk mengambil batubara secara otomatis untuk diambil batubara secara periodik.
5. Dust Supression
Berfungsi untuk menyemprot batubara yang gres dibongkar dari kapal atau dikeruk dari reclaimer yang bertujuan untuk mengurangi debu yang berterbaran supaya mengurangi polusi udara.
6. Dust Collector
Berfungsi untuk mengambil debu batubara secara otomatis dengan sistem vakum memakai blower penyedot abu.
7. Roller Screen
Bagian peralatan coal handling yang berfungsi memilah batubara sesuai dengan ukurannya. Menyaring batubara yang berukuran kecil sehingga tidak masuk ke Crusher.
![]() |
Roller Screen |
8. RHP (Retracable Head Pulley)
Merupakan peralatan yang berfungsi sebagai head pulley dan tail pulley yang bisa dipindah-pindah. Di RHP terdapat 3 posisi :
1. Posisi Stacking
2. PosisiBelt ConveyorLine A
3. Posisi Belt ConveyorLine B
3. Peralatan Proteksi/ Pengaman Coal Handling System
1. Pull cord
2. Belt sway/ Belt tracking
3. Plugged chute
4. Speed motion detector
5. Push/ Button emergency local box
6. Tensioning unit control switch
7. Anti run back (Mechanical back stop)
8. Tear switch
9. Speed sensor
10. Under speed sensor
11. Fire protection
1. Pull Cord
Berfungsi untuk memberhentikan conveyor dengan cara menarik tali yang dipasang sepanjang belt disisi kiri dan apabila ada gangguan pada peralatan di lokal, biasanya digerakkan ketika ada pemeliharaan.
![]() |
Pull Cord |
2. Belt Sway/ Belt Tracking
Berfungsi untuk menghentikan/ stop belt conveyor apabila terjadi jogging (belt bergerak ke kiri atau ke kanan, tidak pada posisi di tengah).
![]() |
Belt Sway |
3. Plugged Chute
Berfungsi untuk memberhentikan conveyor secara otomatis yang ada dibelakang (disisi inlet) plugged chute apabila terjadi penumpukan dioutlet chute (hopper).
![]() |
Plugged Chute |
4. Speed Motion Detector
Berfungsi memberhentikan motor apabila putaran conveyor tidak normal (slip, over load), biasanya alat ini dipasang di Band Pulley.
![]() |
Speed Motion Detector |
5. Push Button Emergency Stop Local Box
Tombol switch untuk memberhentikan jikalau ada gangguan atau kelainan dilokal, juga pada ketika dilakukan pemeliharaan/ perbaikan. Alat ini lokasinya didekat motor penggerak.
![]() |
Emergency Stop Local Box |
6. Tensioning Unit Control Switch
Dipasang dibawah take up pulley, bila terjadi belt putus atau juga lantaran kedodoran belt mencapai maksimum, tuas limit switches tertekan dan system conveyor berhenti atau stop.
![]() |
Tension Unit Control Switch |
7. Anti Run Back (Mechanical Back Stop)
Anti Run Back atau disebut juga Back stop yaitu pengaman conveyor dengan system mekanik berfungsi untuk menahan supaya tidak terjadi putaran balik pada ketika stop atau belt conveyor trip diatas belt masih ada beban batubara.
![]() |
Anti Run Back |
8. Tear Switch
Berfungsi Sebagai pendeteksi apabila Belt Conveyor putus.
![]() |
Tear Switch |
9. Speed Sensor
Terdapat pada head pulley yang berfungsi untuk mendeteksi kecepatan belt conveyor supaya interkoneksi line belt conveyor dengan conveyor lain tidak ada perbedaan kecepatan.
![]() |
Speed Sensor |
10. Under Speed Sensor
Terdapat pada tail pulley yang berfungsi untuk mendeteksi kecepatan belt conveyor area tail pulley apabila belt conveyor slip.
![]() |
Under Speed Sensor |
11. Fire Protection
Fire Protection yaitu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi dan mencegah terjadi kebakaran. Fire Protection yang digunakan yaitu system hydrant dan sprinkler.
![]() |
Fire Protection |